Kisah George dan Memburu Angin di Madurodam

Kisah George dan Memburu Angin di Madurodam

George John Lionel Maduro lahir jauh dari benua Eropa, di Willemstad, Curaçao, 15 Juli 1916. Putra tunggal Joshua dan Rebecca Maduro dari keluarga Sefardi, ia tumbuh di pinggir Imperium Belanda, lalu menyeberangi samudra menuju negeri induk untuk belajar hukum di Universitas Leiden.

Foto George Maduro dan ketika latihan berkuda
Foto George Maduro dan ketika latihan berkuda
Foto George Maduro dan ketika latihan berkuda
Foto George Maduro dan ketika latihan berkuda
Dokumentasi oleh: Cor Perrier

Dari kota universitas itulah, ketika 10 Mei 1940 angkatan bersenjata Jerman, Wehrmacht,  menerobos perbatasan dan langit Negeri Dataran Rendah dipenuhi payung-payung penerjun, jalan hidupnya bergeser dari ruang kuliah ke barisan kavaleri cadangan. Sejak 21 November 1939 ia telah diangkat sebagai letnan dua cadangan; pada hari-hari genting itu, ia ditempatkan bersama kesatuan kavaleri ringan Belanda, Husar, di Den Haag.

Di Rijswijk, sebuah vila bernama Leeuwenburg menjadi pangkalan musuh. Cerita resmi penghargaannya (Mei 1946) mengabadikan momen saat Maduro, memimpin peleton prajurit-prajurit muda, mengambil inisiatif serbuan. Di bawah desing senapan mesin, mereka melintasi jembatan di atas De Vliet—sebuah kanal di Provinsi Holand Selatan, menembus pertahanan lawan, memaksa masuk, melumpuhkan perlawanan, dan menangkap para penghuni.

Di tengah kekacauan awal invasi, keberanian, kelihaian, dan kesetiaan itu menjadi terang menyala. Atas tindakannya, George Maduro dianugerahi Ridder der Militaire Willems-Orde 4e klasse, tanda jasa tertinggi dan tertua di Kerajaan Belanda, secara anumerta; satu-satunya penerima dari keturunan Antilia Belanda.

Tetapi Perang bukan sebaris kalimat yang rapi. Seusai kapitulasi (15 Mei 1940), Maduro dijebloskan ke penjara Oranjehotel di Scheveningen. Dilepaskan setengah tahun kemudian dalam suasana pendudukan, ia menolak menjahit Bintang Daud pada mantelnya. Ia memilih masuk ke jaringan bawah tanah: menyelundupkan pilot Sekutu ke Inggris lewat Spanyol.

Sukses-sukses awal itu berakhir dengan penangkapan; lalu pelarian yang nekat; lalu kembali ke perlawanan; lalu pengkhianatan oleh kolaborator; lalu Gestapo, Saarbrücken, dan sebuah serangan udara Sekutu yang justru menghantam sayap selnya. Pintu-pintu besi terpental; banyak yang lari.

Maduro, alih-alih meloloskan diri, menyibak reruntuhan menolong tahanan yang terjebak. Tak lama sesudahnya, ia dipindah ke Kamp Konsentrasi Dachau. Di sana, Februari 1945, sekitar tiga bulan sebelum pembebasan, ia wafat karena tifus. Makamnya diperkirakan berada di pemakaman kamp. Usianya baru 28 tahun.

Negeri Mini Madurodam

Sebagaimana hidupnya yang singkat namun padat, Madurodam adalah peringatan yang “kecil” sekaligus besar. Setelah perang, orangtuanya mendonasikan modal awal untuk membangun kota mini, dibuka pada 1952, sebagai kenangan hidup bagi putra tunggal mereka. Di atas lahan hijau Scheveningen, lahirlah negeri 1:25 yang memadatkan kanal, kincir, pelabuhan, istana, masjid dan gereja, museum dan stasiun, bandara dan petak tulip, sebuah “Belanda yang bisa disusupi oleh pandangan”, tempat sejarah, teknologi, perdagangan, dan seni diringkas menjadi panorama yang bergerak. Seluruh laba disalurkan ke kegiatan sosial bagi anak muda; sebuah etos publik yang senapas dengan keberanian sipil yang pernah diperagakan tokoh namanya.

Miniatur museum nasional di Amsterdam, Rijkmuseum Amsterdam
Miniatur museum nasional di Amsterdam, Rijkmuseum Amsterdam
Miniatur The Royal Palace dan Dam Square Amsterdam
Miniatur The Royal Palace dan Dam Square Amsterdam

Madurodam bukan sekadar berfoto di samping miniatur Rijksmuseum atau mengamati pesawat-pesawat kecil di Schiphol. Ia adalah laboratorium keterlibatan: jembatan yang bisa diaktifkan, kapal kontainer yang bisa dimuati, stasiun pompa yang bisa “dibangunkan”, layar informasi interaktif yang bercerita. Pada 2011–2012, taman ini direvitalisasi: lebih tematik, air (kawan dan lawan), kota-kota bersejarah, dan “Belanda sebagai inspirasi dunia”, seraya menambah wahana dalam-ruang (indoor) yang imersif. Di sini, pengunjung tidak hanya melihat; mereka mengalami dan, pelan-pelan, mengerti.

Miniatur Pasar Keju di Alkmaar
Miniatur Pasar Keju di Alkmaar

Dalam kerangka itulah kisah George menemukan rumah kedua. Sebuah kota mini bernama atasnya berusaha memelihara memori yang besar: tentang keberanian yang tidak memerlukan dentang trompet, tentang ingatan yang bekerja dalam skala kecil namun menjangkau hati.

Miniatur rumah George Maduro
Miniatur rumah George Maduro

Atraksi Madurodam

Miniatur Maritime Museum Amsterdam
Miniatur Maritime Museum Amsterdam

Di antara lanskap miniatur yang tertata rapi di Madurodam, pengunjung akan menemukan serangkaian atraksi tematik yang menghidupkan kisah negeri Belanda dalam berbagai dimensi—sejarah, seni, teknologi, dan keberanian menaklukkan alam. Salah satu yang paling memikat adalah New Amsterdam, sebuah pertunjukan keluarga di ruang dalam yang membawa penonton menembus waktu, kembali ke abad ke-17, ke sebuah pos dagang mungil di tepi Sungai Hudson. Di sanalah kisah kecil tentang niaga dan pelayaran Belanda menjelma menjadi cikal bakal kota global bernama New York. Melalui visual yang imersif dan narasi yang mengalir, penonton diajak memahami bagaimana jaringan perdagangan dan migrasi menganyam sejarah dunia: globalisasi yang, rupanya, telah dimulai jauh sebelum kata itu populer.

Atraksi The Flying Dutchman
Atraksi The Flying Dutchman

Dari pelayaran melintasi samudra menuju langit di atas negeri datar, wahana The Flying Dutchman mengajak pengunjung menaiki pesawat Dakota bersejarah, menembus waktu dan ruang dalam sebuah pengalaman terbang “melintasi” Belanda. Dalam setiap enam menitnya, penonton diajak melayang di atas kanal-kanal Amsterdam, melintasi pelabuhan Rotterdam yang megah, menyusuri galeri seni, hingga menembus dunia modern yang berdenyut oleh musik dan cahaya. Ia adalah kisah terbang tentang semangat bangsa kecil yang menembus batas, sebuah penerbangan metaforis di mana kebanggaan teknologi, seni, dan keberanian berpadu.

Namun kisah terbesar Belanda selalu kembali pada air. Di The Waterwolf, air bukan sekadar pemandangan, melainkan lawan sekaligus sahabat yang harus ditundukkan dengan akal. Di wahana interaktif ini, pengunjung diajak menyalakan mesin uap raksasa, menguras dan menaklukkan danau Haarlemmermeer—proyek monumental abad ke-19 yang mengubah lautan menjadi daratan. Dengan memutar tuas dan menggerakkan pompa, anak-anak dan orang dewasa bersama-sama merasakan bagaimana sains dan kerja sosial berpadu dalam semangat kolektif: mencipta tanah dari air.

Sementara itu, The Dutch Masters menghadirkan dunia yang sama sekali berbeda: dunia warna dan imajinasi. Di sini, pengunjung berlari, memanjat, dan menyelinap di antara kanvas raksasa—masuk ke dalam karya Van Gogh, Mondrian, Vermeer, Leyster, dan Rembrandt. Seni bukan lagi benda yang diam di dinding, tetapi menjadi ruang hidup tempat tubuh ikut menafsir. Di antara bentuk-bentuk dan cahaya, anak-anak belajar bahwa kreativitas adalah kebebasan, dan kebebasan selalu membutuhkan keberanian untuk bermain.

Pintu masuk menuju ke The Court of the Netherlands (Hof van Nederland)
Pintu masuk menuju ke The Court of the Netherlands (Hof van Nederland)

Dari dunia seni menuju ruang sejarah, The Court of the Netherlands (Hof van Nederland) membawa kita ke Dordrecht tahun 1572. Di sinilah berlangsung sidang pertama Negara-Negara Bebas—momen yang menandai lahirnya fondasi kenegaraan Belanda. Melalui pertunjukan interaktif berdurasi lima menit, pengunjung menjadi saksi pergulatan antara tirani dan kebebasan, antara kekuasaan dan prinsip representasi. Ia bukan sekadar rekonstruksi sejarah, melainkan pengingat bahwa demokrasi dan perdamaian adalah hasil perlawanan yang panjang.

Atraksi Pemburu Angin, De Windjager
Atraksi Pemburu Angin, De Windjager

Dan akhirnya, datanglah The Wind Chaser (De Windjager), wahana terbaru sekaligus yang paling puitis. Di dalamnya, angin menjadi tokoh utama—kekuatan yang memutar bilah, mengguncang dunia, dan membentuk peradaban. Penonton dibawa berputar di antara bengkel gergaji kayu, kilang pigmen, pabrik kertas, hingga deretan turbin modern di laut utara. Satu putaran menghubungkan abad ke-16 dengan abad ke-21; dari poros engkol sederhana hingga energi bersih masa depan. Angin, dalam wahana ini, adalah metafora tentang inovasi dan ketekunan, tentang cara manusia Belanda menaklukkan alam tanpa pernah melawannya.

Di luar wahana-wahana utama itu, pengunjung masih dapat berinteraksi dengan dunia mini yang hidup. Di pelabuhan Rotterdam versi mini, kontainer dapat dimuat dan kapal dijalankan; di bandara Schiphol, siapa pun bisa belajar “menerbangkan” pesawat; jembatan bisa diangkat, kereta dapat digerakkan, dan kanal mengalir seperti sungguhan. Di antara 50.000 penduduk mungilnya yang beraktivitas di skala 1:25, Belanda mini ini berdenyut seperti aslinya—sebuah negeri kecil dengan imajinasi besar, di mana sejarah, teknologi, dan kehidupan sehari-hari berpadu dalam satu taman: taman memori bernama Madurodam.

Memburu Angin di Negeri Mini: De Windjager

Pengunjung mengantri atraksi De Windjager
Pengunjung mengantri atraksi De Windjager

Di antara wahana terbaru, The Wind Chaser—atau De Windjager—menawarkan narasi yang khas-Belanda: angin sebagai tenaga yang menyalakan modernitas. Ini bukan sekadar wahana mekanik yang berputar; ini pelajaran bergerak tentang konversi gerak dan rekayasa sederhana yang mengubah dunia. Kita “meluncur” ke abad ke-16, menyaksikan trik poros engkol (crankshaft) yang mengubah rotasi baling-baling menjadi gerak naik-turun gergaji: lahirlah penggergajian massal yang menyuplai papan untuk kapal-kapal dan kota-kota. Lalu “terhempas” ke kilang pigmen, ke pabrik kertas, ke lumbung-lumbung gandum, dan akhirnya ke horizon turbin lepas pantai. Seolah taman mini berbisik: energi angin bukan nostalgia kartu pos, melainkan kontinuitas kecerdikan—dari kincir polder yang menaklukkan air hingga turbin yang menjaga masa depan rendah karbon.

Sketsa kincir angin penggergaji kayu pertama di Belanda
Sketsa kincir angin penggergaji kayu pertama di Belanda
Replica kincir angin penggergaji kayu pertama di Belanda, dapat dilihat di depan De Windjager
Replica kincir angin penggergaji kayu pertama di Belanda, dapat dilihat di depan De Windjager

Kisah mengejutkan dari angin dan air ini bertaut rapat dengan tema besar Belanda: mengatur alam tanpa mengingkarinya. Di Madurodam, daya ini bisa disentuh, dengan memompa, memutar, menata urutan kerja, sebagaimana warga negeri ini di dataran sejajar laut menyusun kehidupan mereka. Dan bagi kita yang berziarah memori pada nama Maduro, wahana ini terasa seperti alegori: tenaga yang tak terlihat, kerja kolektif, dan keberanian sunyi.

Skala 1:25 untuk Hal-hal yang Besar

Ada ironi yang indah pada kisah ini: seorang letnan muda yang hidupnya patah oleh tirani, namun namanya tumbuh menjadi taman yang mendidik, menyenangkan, dan peduli pada generasi baru. Madurodam bukan monumen batu; ia ekologi memori yang dirawat oleh tawa anak-anak, kepenasaran turis, kerja teknisi miniatur, dan dana yang kembali ke masyarakat. Di antara miniatur Binnenhof dan derek-derek pelabuhan, kita belajar bahwa sebuah negara tidak hanya dibangun oleh arsitektur dan mesin, tetapi oleh ingatan tentang keberanian.

Dan “memburu angin” di Den Haag, mencari tenaga yang tak terlihat, adalah cara lain untuk mengingat George Maduro: keberanian itu jarang berteriak; ia bekerja diam-diam, efektif, pada skala manusia. Taman ini mengajak kita, dengan caranya yang kecil namun tepat, untuk tidak melupakan.

Posts Releases

1 2 3 4