Armoede uitgelegd aan mensen met geld [Menerangkan kemiskinan pada orang-orang berada], 186 halaman, karya Tim ’s Jongers.
Sumber foto oleh Cor Perrier
‘Belanda adalah tempat tinggal si miskin yang kaya dan si kaya yang miskin’. Itulah jawaban seorang antropolog asal Indonesia yang telah lama bermukim di Belanda di tahun 90-an, ketika saya bertanya: ‘Bagaimana menerangkan kemiskinan di Belanda?’ Apakah jawaban itu masih berlaku untuk masa kini?
Pertanyaan itu mungkin bisa dijawab jika membaca buku berjudul Armoede uitgelegd aan mensen met geld [Menerangkan kemiskinan pada orang-orang berada] dari Tim ’s Jongers yang terbit pada 2024.
Tim ’s Jongers menulis buku ini untuk De Correspondent, sebuah platform independen untuk jurnalistik investigatif. Tim ’s Jongers (1981) adalah publisis dan politikolog yang hingga awal 2025 menjabat sebagai direktur Wiardi Beckman Stichting (lembaga ilmu pengetahuan partai buruh Belanda)
Merumuskan kemiskinan
Miskin adalah pengertian yang relatif, oleh karena itu harus ditempatkan dalam bingkai standard kehidupan di Belanda. Tim ’s Jongers, menjelaskan miskin adalah sesuatu yang rumit, karena memiliki banyak segi. Penulis sangat berhak berucap demikian karena ini dialaminya sendiri. Ia dibesarkan dalam kemelaratan dan ketika remaja muda ia terlunta-lunta sebatang kara dalam keadaan miskin papa.
Ketika buku ini terbit, menurut kriteria CBS, Centraal Bureau voor de Statistiek [Biro Pusat Statistik Belanda] 640.000 orang di Belanda hidup di bawah garis kemiskinan, berbeda dengan kriteria CPB (Centraal Planbureau), Bapenas Belanda jumlah orang miskin di Belanda 800.000 orang. Jumlah penduduk Belanda dewasa ini adalah 18 juta jiwa.
Miskin adalah kekurangan uang untuk membiayai kebutuhan dasar untuk hidup; sandang, pangan, papan, termasuk juga tagihan air, gas dan listrik, pemanas ruangan, asuransi kesehatan dan transportasi umum. Untuk semua itu dibutuhkan pemasukan, ada orang yang berpenghasilan tinggi, ada pula yang berpenghasilan rendah. Berapakah jumlah uang yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar itu?
Pada 2023 batas kemiskinan untuk rumah tangga 1 orang adalah € 1533 / bulan, sedang untuk rumah tangga keluarga dengan dua anak adalah € 2535 / bulan. Tentu saja angka-angka ini berubah sesuai waktu, dan perlu ditambahkan tidak setiap rumah tangga dengan pemasukan itu hidup miskin. Tetapi satu hal pasti, bagi generasi orang tua atau kakek nenek dari tahun 40 – 45 di Belanda, ini adalah angka-angka yang luar biasa mewah.
Jumlah anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga-keluarga miskin di Belanda adalah 220.000. Sekadar untuk memberi gambaran; jumlah anak-anak yang hidup dalam keluarga miskin di Belanda melebihi 4 kali stadion sepak bola Johan Cruijff Arena terisi penuh, demikian Tim ’s Jongers menjelaskan betapa kenyataan ini membuatnya marah.
Masalah kemiskinan berubah sesuai zaman. Sebagai contoh: jika dulu banyak anak jalan kaki dari rumah ke sekolah, sekarang kebanyakan naik sepeda atau diantar dengan mobil, jika dulu anak-anak sekolah membutuhkan buku dan kitab tulis, sekarang mereka membutuhkan laptop. Jika dulu satu tilpon rumah cukup untuk sekeluarga, dewasa ini tiap orang memiliki tilpon genggam sendiri.
Bagai makan buah simalakama
Taraf kemiskinan meningkat seiring panjangnya atau lamanya waktu seseorang hidup dalam keadaan itu. Rata-rata rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan kekurangan € 167 tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan mendasar; belanja pangan, membayar sewa rumah, rekening energi, membeli pakaian dan alas kali, serta membayar premi asuransi kesehatan.
Rumah tangga seperti ini tiap bulan harus memilih; menunggak sewa rumah atau membayar asuransi kesehatan; menunggak rekening listrik atau membeli sepatu untuk anak. Misalnya menunggak pembayaran rekening listrik, bisa dikenai denda dan bahkan mungkin listrik diputus. Mungkin ada yang mencari jalan keluar dengan berhutang; jika demikian ia harus melunasi hutang padahal tiap bulannya kekurangan €167. Berhutang justru memperbesar persoalan, dengan demikian masalah keuangan menggunung.
Di Belanda ada berbagai subsidi untuk warga yang memerlukannya, syarat mendapatkan subsidi adalah bahwa jumlah pemasukan di bawah ambang batas kemiskinan. Sistem subsidi ini pelik: mengajukan permohonan subsidi harus paham instansi mana yang menyediakan subsidi untuk kebutuhan apa, karena subsidi untuk sewa rumah berbeda dari subsidi untuk rekening energi.
Seseorang mungkin saja tidak sekedar miskin dalam arti kata kekurangan uang namun juga miskin informasi atau kurang pengetahuan tentang berurusan dengan berbagai instansi pemerintah untuk mendapatkan subsidi, demikian jelas Tim ’s Jongers dalam bukunya. Sebaliknya seorang pengusaha sukses yang kaya misalnya, akan mampu menyewa seorang ahli untuk mencari jalan cerdik menghindari terlalu banyak bayar pajak.
Dari 18 juta penduduk Belanda, 15% mengecap pendidikan tinggi, dan lapisan inilah yang menduduki posisi penentu persyaratan kerja dan penggajian. Para majikan umumnya berasal dari lapisan ini, dan merekalah yang menentukan tinggi pendapatan semua bawahan dan buruh mereka. Menurut data penelitian 20% dari penduduk Belanda berpenghasilan tinggi, tetap dalam lingkup (bubble) sendiri, dan mereka tidak kenal kehidupan lapisan ekonomi lemah.
Miskin dan penyakitan
‘Kemiskinan itu mahal’, lanjut Tim ’s Jongers dalam bukunya. Ia memberi kasus dirinya sebagai contoh, ketika muda dan miskin dia jatuh dan gigi depannya rompal, tidak punya biaya ke dokter gigi. Bertahun-tahun kemudian ketika penghasilannya mencukupi untuk hidup layak, dia ke dokter gigi, ia menghabiskan ribuan dan ribuan Euro untuk membetulkan gigi depannya yang begitu lama ditelantarkan. Kesimpulannya jelas: menunda perawatan medis menjadi mahal.
Memiliki asuransi kesehatan adalah wajib di Belanda, tetapi sejak tahun 2006 lalu biaya dokter gigi tidak termasuk paket basis. Memang benar, ada pilihan lain, dengan meningkatkan iuran bulanan berbagai biaya medis akan diganti oleh asuransi. Bagi yang miskin membayar iuran bulanan standard saja sudah berat, bagaimana mungkin mereka meningkatkan iruan?
Contoh lain hubungan kesehatan dan kemiskinan adalah seorang penderita saluran pernafasan. Untuk mengatasi sesak nafas si penderita diberi inhalasi [inhaler], dan ini meringankan pernafasannya, namun tidak menyembuhkan. Penyebab penyakitnya tetap. Mungkin penyebab ia sesak nafas adalah rumah yang lembap, banyak cendawan, dan kelembapan itu adalah akibat bocor. Dan si miskin ini tinggal di rumah sewa yang ditelantarkan oleh pemiliknya.
Mewaris kemiskinan
Tim ’s Jongers menyanggah anggapan bahwa miskin adalah kesalahan sendiri, kemiskinan adalah warisan, tempat kelahiran menentukan masa depan seseorang. Ia memberi gambaran perbedaan kesehatan bayi keluarga di Amsterdam Tenggara (banyak penghuni miskin) dengan bayi keluarga kaya dekat kanal di Amsterdam Centrum. Jarak antara kedua tempat itu bisa ditempuh bersepeda setengah jam.
Temuan penelitian ahli didik Amerika Betty Hart dan psycholog Todd Risely adalah kesenjangan besar antara perkembangan antara anak-anak keluarga berpenghasilan rendah dengan anak-anak keluarga berpenghasilan tinggi. Pada usia 3 tahun anak-anak keluarga kaya sudah mendengar 30 juta kata lebih banyak daripada anak-anak keluarga miskin. Ini dikenal dengan istilah 30 million-word-gap.
Studi lain menunjukkan bahwa kemungkinan fungsi kesehatan anak-anak keluarga miskin lebih rendah dari anak-anak keluarga kaya. Tidak perlu diragukan kemiskinan menyebabkan stress dan kekerasan, hal-hal ini menghambat perkembangan anak. Stress yang dialami sejak kecil juga bisa berakibat fisik dan Tim ’s Jongers yang berperawakan kecil mencontohkan dirinya sendiri. Ini disebut deprivation dwarf [cebol akibat kekurangan] atau psychosocial short stature [perawakan pendek psikososial].
Hidup miskin adalah rumit
Kemiskinan bukan hanya sekadar kekurangan uang untuk membiayai hidup melainkan merupakan kumpulan banyak unsur. Penulis merujuk pada Pierre Bourdieu, sosiolog Prancis kenamaan. Posisi dalam masyarakat yang bisa kita capai tergantung dari berbagai modal yang kita miliki, jika semua itu beres, sukses bisa tercapai.
Pertama adalah modal finansial, jika ini tersedia maka yang bersangkutan bisa membangun modal kedua, yaitu modal kultural, misalnya menuntut ilmu. Anak dari orang tua berpendidikan tinggi, dengan sendirinya akan sekolah tinggi. Yang juga termasuk modal kultural adalah: paham tata krama, paham membawa diri, paham tata cara bersantap di meja makan bersama kalangan elit, paham berpakaian yang pantas.
Modal yang berikut adalah modal sosial. Singkat kata, siapa koneksimu? Jaringanmu akan bisa membantu mencapai tujuanmu. Tidak jarang kedudukan tercapai bukan karena kemampuan melainkan berkat jaringan. Orang miskin tidak memiliki berbagai jenis modal seperti disebutkan di atas.
Dengan Armoede uitgelegd aan mensen met geld, Tim ’s Jongers berharap dapat menjelaskan bahwa miskin bukan sekadar kekurangan uang; keluar dari lumpur kemiskinan bukan hanya dengan bekerja keras mencari uang dan miskin bukan hanya soal menghitung berapa pemasukan dan berapa pengeluaran. Miskin adalah kondisi kehidupan yang rumit.
Sumber foto oleh Cor Perrier