Sekilas perjalanan Voks Radio Amsterdam

Sekilas perjalanan Voks Radio Amsterdam

Hari-hari di awal Agustus 2024 itu panas, saya mencari Donkervlietse Binnenweg 8, Baambrugge. Sudah lama saya tinggal di Belanda tapi belum pernah mendengar alamat serupa itu. Melalui gerbang antik, saya tiba di Sanga Sanga Huis untuk memenuhi janji dengan Han Harlan, karena akan diperkenalkan pada Pak Bambang Pranoto. Pemilik bangunan monumental di tepi sungai Angstel ini berinisiatif membuat radio Indonesia di Belanda.

Han mengajak saya bergabung karena kami lama bekerja di Radio Nederland Siaran Indonesia (RANESI) di Hilversum.‘Tahun 2023, saya sedang di Jakarta, terima telepon dari Belanda. Penilpon adalah Bambang Pranoto dari Kutus Kutus. Beliau mendapat nomer saya dari almarhum Bari Muchtar, mantan rekan di RANESI,’ begitu tutur Han Harlan.

Menjelang akhir tahun itu, Han melipir ke rumah pak Bambang di Gianyar, Bali. ‘Rumahnya unik, harus lewat jalan setapak.’

Han Harlan diperkenalkan pada pak Bambang Pranoto karena lama aktif di bidang keradioan. ‘Wah sudah lama saya meninggalkan dunia itu’, jawabnya pada pak Bambang ketika dihubungi. Namun menyiar di radio adalah ibarat bersepeda, meskipun bertahun- tahun tidak melakukannya dengan mudah dapat bersepeda lagi.

Awal mula dibentuk VRA oleh Pak Bambang
Awal mula dibentuk VRA oleh Pak Bambang

Pada musim panas 2024 ketika pak Bambang dan keluarga sedang berlibur di Belanda, penemu minyak balur Kutus Kutus itu merancang studio radio di lantai atas Sanga Sanga Huis ditemani putranya Ukhita Paligan. Bersama Han dan juga Ibu Riva Effrianti, istri pak Bambang mereka memulai siaran percobaan. Pada siaran-siaran awal beberapa mantan rekan RANESI hadir sebagai tamu studio, namun segera disadari Voks Radio Amsterdam membutuhkan beberapa penyiar tetap.

Vania Gunawan bergabung dengan Voks Radio Amsterdam pada akhir Juli 2024, saat itu dia masih studi dan tinggal di Tilburg. Meskipun tidak punya latar belakang radio Vania terbiasa memegang mikrofon sebagai pemandu acara di berbagai kegiatan mahasiswa. Adalah Ibu Puji Lestari, pejabat Pensosbud KBRI Den Haag yang menyampaikan pada PPI bahwa ada radio Indonesia di Belanda sedang mencari penyiar.

Tidak lama kemudian Tri Utami Handayaningsih dan saya bergabung. Kami berempat, Han, Vania, Utami dan saya berada sejak awal lahirnya Voks Radio Amsterdam. Pada tahap itu kami sering bertukar pikiran tentang bagaimana mengisi siaran. Han: ‘Ibarat dikasih kertas putih. Monggo diisi. Kami diberi kebebasan sepenuhnya.’

Kami memikirkan konsep dan kemudian diajukan pada pak Bambang. Apa reaksinya?

‘Yang penting bunyi aja dulu!’ Itulah saran pak Bambang. Meski bebas, pesan jelas yang ditandaskan oleh pak Bambang adalah bahwa ada 1,7 juta diaspora Indonesia di Belanda. ‘Radio ini bisa jadi wadah untuk masyarakat Indonesia di Belanda’, jelasnya. Dan itulah yang kami lakukan, sambil melangkah kami memikirkan isi dan tema siaran-siaran kami.

Di studio dengan sejumlah narasumber
Di studio dengan sejumlah narasumber

Karena sejarah Belanda dan Indonesia maka secara alami tema-tema siaran Voks Radio Amsterdam, berpusat pada kedua negara itu. Sangat banyak tema yang dapat kami angkat, dunia kuliner misalnya;  banyak rumah makan Indonesia di Belanda, masing- masing juru masak dan pemiliknya punya kisah unik. Sebaliknya beberapa jenis penganan khas Belanda seperti speculaas menggunakan rempah-rempah Indonesia.

Tema-tema lain adalah dunia usaha, mahasiswa dan buku. Banyak pengusaha Indonesia di Belanda dan sebaliknya banyak juga pengusaha Belanda di Indonesia. Tidak kurang menarik adalah memperkenalkan dunia akademi, karena banyak mahasiswa Indonesia di Belanda. Dan yang sangat menarik adalah buku-buku berlatar belakang Indonesia yang terbit di Belanda.

Jika ditanya kapan tanggal lahir Voks Radio Amsterdam, Han menjawab: ‘Kita mulai akhir Juli yah tapi gas pol 13 Agustus 2024.’ ‘Betul sekali’ sahut saya, ‘13 Agustus itu saya siaran dengan Utami, kemudian tanggal 16 Agustus siaran dengan Vania. Kami wawancara Ibu Puji tentang persiapan Hari Kemerdekaan di KBRI.’

Tim VRA saat meliput
Tim VRA saat meliput

September Nafis, seorang youtuber ulung, bergabung dan pada bulan itu juga bersama Vania mereka meliput ke Warung Barokah di Amsterdam. Setelah itu menyusul banyak liputan dan video. ‘Kalau melihat liputan kita dulu dan dibandingkan dengan yang sekarang, banyak sekali bedanya’, jelas Vania. Sambil bekerja kita mengembangkan cara dan gaya, dan proses mencari tema, menentukan arah itulah yang bagi Vania sangat mengesankan.

Dari siaran berdua, kemudian bertiga, hingga kini 15 jumlah rekan yang aktif di VRA. ‘Saya berterima kasih mereka mau ke sini. Kan sulit juga sampai ke lokasi ini. Bis hanya dua kali sejam, kalau hari Minggu bahkan sekali sejam’, begitu Han Harlan. Sopir bus sampai hafal, kalau ada penumpang orang Indonesia pasti dia turun di alamat ini.

Bukan hanya penyiar yang bertambah, jumlah pendengar dan yang mengenal VRA juga bertambah. Dari siaran radio kami meluaskan jangkauan melalui jejaring media sosial seperti YouTube, Instagram, TikTok dan sejak Juli 2025 kami juga menurunkan tulisan-tulisan dengan berbagai topik di situs web kami. Jelas, Voks Radio Amsterdam mengembangkan sayapnya.

Ketika pada akhir November 2025 lalu segenap tim Voks Radio Amsterdam (VRA) berkumpul. Kami menyadari VRA telah menjadi wadah diaspora Indonesia di Belanda. Itu tercermin tidak saja dari tema dan topik kegiatan kami tetapi juga latar belakang dan usia anggota tim yang bervariasi dari 19 tahun hingga di atas 70 tahun. Mungkin itulah kekuatan kami: mengenal masa silam dan menjamah masa depan.

Akhir kata: ‘Dengan rasa terimakasih dan gembira kami menutup tahun 2025, sambil berharap tahun 2026 kami dapat meningkatkan kegiatan dengan berinteraktif dengan audiens. Selamat tahun baru.’

Keluarga besar Voks Radio Amsterdam 2025 Tim VRA meliput
Keluarga besar Voks Radio Amsterdam 2025 Tim VRA meliput

Posts Releases

1 2 3 4