‘Karena ini tentang sekolah seni dan kita bicara bagaimana sekolah berdiri dan dirikan, tentu ada orang dibalik itu. Maka ini adalah ruangan yang harus dilihat dulu, karena di sini ada Simon Admiraal dan Katamsi’, begitu kurator pameran membuka penjelasannya pada Voks Radio Amsterdam di ruang tengah bangunan sekolah ini. Di satu dinding tampak Simon Admiraal di dinding lain tampak Katamsi.
Sumber Foto: Halim, Verleden – Heden [Masa Lalu – Kini]
Dokumentasi oleh: Cor Perrier
Simon Admiral lahir di Batavia pada 1903, ia kemudian mengecap pendidikan di Belanda dan sempat belajar di Kunstacademi (akademi seni) di Den Haag. Ia kembali ke Batavia pada 1925 dan bekerja sebagai ahli gambar untuk poster-poster, iklan, ilustrator majalah, dan juga bekerja sebagai guru menggambar di sekolah teknik di Batavia.
Detil Artikel
Usai perang, pada 1947 ia mendirikan akademi seni rupa di Bandung ‘Simon Admiraal adalah founding father seni rupa ITB, sekolah seni pertama di Indonesia’, kata Aminudin Siregar. Pada dinding ruang pameran terdapat penjelasan tentang sosok Simon Amdiraal, di sampingnya terlihat beberapa karyanya; lukisan portret diri, ilustritrasi buku anak, disain sebuah bangunan, dan juga lukisan bertema kritik sosial. Simon Admiraal adalah seniman yang serba bisa, dan ia berambisi lebih dari mendidik guru menggambar, ia ingin mendidik seniman-seniman profesional. Tidak mengherankan pendidikan itu kini dikenal dengan Fakultas Seni Rupa dan Disain ITB.
Sosok lain yang berjasa dalam pendidikan seni di Bandung adalah Ries Mulder, ia diundang oleh Admiraal untuk mengajar di Bandung. Salah satu luskian Ries Mulder pada pameran Verleden-Heden adalah karyanya dari tahun 1958 berjudul Gereja. ‘Seperti bertemu teman lama waktu melihat lukisan ini. Gereja ini masih ada di jalan Merdeka di Bandung’.
Ries Mulder dikenal sebagai peletak yang kelak disebut Bandung school. Karya serupa ini disebut dingin, tidak ada ekspresi, semua hanya permainan warna dan kompososisi permainan di bidang datar. ’Artinya Seniman menggunakan kanvas untuk bereksperimén, mengeksplorasi.
Untuk zamannya, di tahun limapuluhan, ini sangat advanced. Di Yogya belum begini, di Bandung sudah begini, melalui Ries Mulder. Ini layak kita apresiasi’, begitu Dr Aminudin Siregar berkata di muka lukisan yang dipinjamkan oleh musium Ijsselstein, tempat kelahiran Ries Mulder. Ketika kembali ke Belanda Ries Mulder masih tetap menjalin hubungan dengan mahasiswa-mahasiswanya a.l. Ahmad Sadali, Mochtar Apin dan But Mochtar.
lukisan Gereja karya Ries Mulder 1958
Sumber Foto: Halim, Verleden – Heden [Masa Lalu – Kini]
wanita menyisir rambut karya Ries Mulder
Sumber Foto: Halim, Verleden – Heden [Masa Lalu – Kini]
Sumber Foto: Halim, Verleden – Heden [Masa Lalu – Kini]
Dokumentasi oleh: Cor Perrier
Sosok lain yang dihadirkan dalam pameran Verleden – Heden di Den Haag adalah Katamsi. Ia berperan dalam berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta pada 1950 dan direktur pertama akademi ini. Raden Johannes Katamsi Martorahardjo yang lahir di Banjarnegara pada 7 Januari 1897 adalah anak desa yang sangat berbakat.
Setelah selesai sekolah guru ia mendapat kesempatan untuk mengecap pendidikan seni di Academie voor Beeldende Kunsten di Den Haag. Sayangnya pada pameran ini tidak ada karya-karya Katamsi. Katamsi juga seorang pendidik, setelah masa pensiunnya ia tetap aktif dalam dunia akademi. Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa Katamsi adalah pencipta lambang Universitas Gajah Mada.
![Verleden – Heden [Masa Lalu – Kini]](https://voksamsterdam.nl/wp-content/uploads/2025/08/Simon-Admiraal-tokoh-penting-ITB-dan-sebuah-karyanya-300x169.jpg)

